Kebutuhan Pendidikan Khusus untuk Anak CI+BI

Anak-anak CI+BI  memerlukan layanan kebutuhan khusus juga. Kegagalan untuk memberi anak-anak pengalaman dan kebebasan yang mereka butuhkan untuk mengembangkan bidang-bidang ketidakberuntungan mereka dapat mengakibatkan anak-anak yang tidak bahagia dengan masalah sosial-emosional atau bahkan masalah psikologis.

#A.M

4 TAHUN ASOSIASI CI+BI BERKIPRAH (bag. 1)

Secara legal formal, keberadaan Asosiasi CI+BI berdiri pada tanggal 11 Desember 2007 di Semarang.  Tetapi upaya untuk merangkul semua pihak untuk mau bersinergi dalam upaya mengembangkan pendidikan untuk anak CI+BI telah penulis lakukan sejak tahun 2005. Pada tahun ini, kondisi penyelenggaraan program aksel bisa dikatakan mengalami stagnasi. Tiap sekolah bekerja sendiri mengembangkan programnya, menghadapi berbagai tntangan. Tantangan yang mereka hadapi dari mulai kalangan akademisi yang menganggap pendirian kelas aksel sebagai tindakan diskriminatif. Ada juga yang menyatakan kelas aksel sebagai sesuatu yang “haram”. Dari kalangan orang tua juga mempertanyakan keberadaan kelas aksel yang dianggap menjauhkan anak dari lingkungan sosial. Tantangan tidak saja datang dari dalam negeri bahkan juga dari luar negeri. Misalnya ada seseorang yang tinggal di salah satu negara eropa, tidak henti-hentinya mengecam program aksel dan terus menyuarakan pembubaran program aksel di indonesia. Entah dosa apa yang pernah dibuat oleh anak-anak atau pengelola program aksel sampai begitu gencar upaya yang dilakukan individu itu untuk membubarkan program aksel.

Upaya untuk untuk menjaga keberadaan program aksel inilah yang menjadi dasar pentingnya membuat sebuah wadah bersama. Dengan menggunakan teori sapu lidi, jika lidi-lidi yang ada diikat kuat,  maka ia akan mampu menyapu atau menghadapi sampah yang ada di depannya. Wadah yang didirikan berbentuk asosiasi. Asosiasi ini menghimpun para penyelenggara program akselerasi di sekolah atau madrasah, para penyelenggara program  keberbakatan di bidang seni dan olah raga. Bergabung juga para akademisi dari beberapa perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia, antra lain: UI, UNJ, ITB, Unpad, USU, Univ. Lampung, Univ. Andalas, Univ. Jambi, Univ. Bengkulu, Undip, UGM, Unair, UNY, Univ. Brawijaya, STSI Surakarta, ISI Jogja, Unsrat di Menado, Unesa Surabaya, Unud di bali., serta Univ. Hasanudin Makasar…

Pelibatan perguruan tinggi negeri yang ternama itu didasarkan hasil pengamatan bahwa PTN-PTN itulah yang menjadi tujuan dari lulusan program aksel. Harapannya dengan pelibatan itu, PTN yang bersangkutan bersedia menerima siswa lulusan aksel melalui jalur tanpa tes. Awalnya tidak mudah membuka komunikasi dengan pihak PTN ini. Dari banyak PTN yang kami coba buka akses, akhirnya PTN tersebut di ataslah yang bersedia berkolaborasi untuk pengembangan potensi anak CI+BI Indonesia. Hasil kolaborasi itu ternyata membuahkan hasil yang sangat membahagiakan, yaitu diberikannnya peluang bagi 100% siswa aksel di SMA/MA untuk mengikuti jalur undangan. Peluang lebih tinggi dari RSBI/SBI yang hnya 75% atau sekolah SSN yang hanya 50%. Selain dengan PTN tersebut, kami juga membuka akses dengan PTS yang memiliki fakultas/ jurusan psikologi. PTS tersebut antra lain : UMM di malang, Unmer Malang, Unika di semarang, dan Ubaya di surabaya.

Selain sekolah/madrasah dan perguruan tinggi sebagai pengembang, kami memandang sinergi ini tidak sempurna apabila tidak melibatkan masyarakat dan pemerintah untuk mendukung optimalisasi layanan pendidikan bagi anak CI+BI. Dengan pelibatan pihak-pihak ini, maka asosiasi yang didirikan diberi nama: Asosiasi Penyelenggara, Pengembang, dan Pendukung Pendidikan Khusus untuk Anak Cerdas+berbakat Istimewa. Agar mudah diingat, asosiasi ini diberi nama panggilan Asosiasi CI+BI.

Proses pendirian Asosiasi CI+BI bukanlah hal mudah, karena ada resistensi dari kelompok tertentu. Selain itu tidak mudah menempatkan semua pihak dalam kedudukan yang setara. Karena dalam kegiatan-kegiatan di banyak tempat ditemukan pihak perguruan tinggi lebih banyak menjadi narasumber, sedangkn pihak sekolah menjadi obyek dari kegiatan. Melalui Asosiasi CI+BI, kesetaraan dibangun dengan sebuah kesadaran bahwa semua pihak saling membutuhkan. PT membutuhkan lulusan sma/ma yang hebat, SMA/MA membutuhkan lulusan SMP/MTs yang hebat, SMP/MTs membutuhkan lulusan SD/MI yang hebat. Dan begitu seterusnya.. kesadaran ini yang kemudian memunculkan kepedulian bahwa kita harus saling bantu dan bersinergi untuk memperoleh apa yang kita butuhkan.

Setelah mengalami proses pendekatan dari lembaga ke lembaga selama 1 tahun dan diskusi yang sengit pada mulai tanggal 9 desember 2007 di Hotel pandanaran Semarang, akhirnya menjelang azan maghrib tanggal 11 Desember 2007 diperoleh kesepakatan dari semua pihak yang hadir untuk bersama, bersatu berhimpun dalam satu wadah Asosiasi CI+BI Nasional.

Selanjutnya untuk melegalkan keberadaan organisasi, dilakukanlah musyawarah nasional yang pertama kali pada bulan pebruari 2008 di jakarta. Proses untuk menyelenggarakan munas Asosiasi CI+BI nasional yang pertama juga tidak berjalan mulus. Ketidakjelasan kapan dana bantuan akan dicairkan membuat rencana ini maju mundur. Pada awalny kami merencanakan kegiata Munas dilaksanakan di rawamangun. Tapi pihak pemberi bantuan tidak setuju dan kami diminta memindahkan ke Lebak Bulus. Pemindahan tidak masalah, karena bagi kami waktu itu yang penting bisa terlaksana.

Setelah semua persiapan dilakukan, undangan disebarkan, ternyata pada hari H, tempat kegiatan di Lebak Bulus tidak dapt digunakan, karena dipenuhi oleh ribuan orang dari kelompok masyarakat tertentu yang sedang memperjuangkan pembentukan propinsi baru di daerah sumatera. Sontak kami sangat stress, bukan saja acara kemungkinan batal, tetapi juga kami hampir mengalami kekerasan fisik dari orang-orang itu, karena dianggap mata-mata.

Akhirnya kami memutuskan harus memindahkan tempat kegiatan. Membatalkan tidak mungkin, karena peserta sudah sebgian datang, sebagian dalam perjalanan. Mereka datang dari 22 propinsi di Indonesia. Seandainya batal, bisa terbayangkan kerugian yang harus kami tanggung, karena harus membayar semua tiket dan akomodasi mereka.

Alhamdulillah setelah mencoba mencari-cari tempat, rupanya Allah SWT melindungi kami. Diperoleh tempat di Pusdiklat Depkes di lebak bulus.  Begitu tempat ok dan kami bayar uang muka, lalu kami mengirim sms kepada semua calon pserta juga pejabat diknas tentng perubahan tempat tersebut. Kami juga harus pontang panting mencari pinjaman kendaraan untuk membawa peserta dari titik mereka turun dari damri ke lokasi kegiatan yang tidak mudah transportasi. Lagi-lagi pertolongan Allah SWT selalu ada. Akhirnya jam 8 malam hampir semua peserta bisa hadir. Pejabat-pejabat dari depdiknas pun bisa hadir.

Kegiatan munas berjalan lancar, pada momen itu juga ditandatangani akta notaris sebagai tanda resmi keberadaan Asosiasi CI+BI Nasional sah secara hukum. Hasil dari munas adalah pemberian mandat kepada perwakilan dari daerah untuk membuat Asosiasi CI+BI di wilayah masing-masing. Khusus di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang wilayahnya luas dan jumlah sekolah penyelenggara cukup banyak, maka di daerah solo dan malang diperkenankan untuk membentuk pengurus Asosiasi CI+BI cabang Surakarta dan Malang Raya.

Bersambung…..

Menjadi Guru aksel yang efektif

ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru yang mengajar anak-anak CI+BI di program akselerasi, yaitu:

  1. Memiliki beragam keahlian
  2. Memahami karakteristik anak CI+BI
  3. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi potensi anak CI+BI
  4. Mampu memposisikan diri dalam proses interaksi dengan anak CI+BI
  5. Menyusun kurikulum difensiasi
  6. Mampu mengembangkan pembelajaran berbasis karakteristik kognitf dan kepribadian anak CI+BI
  7. Mampu menetapkan materi yang sesuai dengan kebutuhan
  8. Mampu menyusun alat dan melakukan penilaian autentik/berbassi kelas